Kamis, 21 Agustus 2014

Ucapan Selamat Idul Adha Sang Pendeta

Tengah asyik – asyikne menemani si kecil melihat pemotongan hewan qurban di salah satu mushalla dekat rumah,tiba – tiba hp jadul saya berdering. Satu pesan masuk,setelah dibuka ternyata dari seorang teman lama, yang kebetulan juga seorang kompasiner. Dia adalah Moh. Taufick Hidayatulloh, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.
Isi SMS itu sebagai berikkut : “Selamat Hari Raya Idul Adha… Kiranya menjiwai dalam laku kehidupan untuk rela berkorban demi keadilan dan perdamian bagi segala maklhluk. (Salam Damai Sejahtera – Pendeta Yosafat AW beserta segenap Jemaat Geraja Kristen Jawa Cilacap)
Belum sempat membalas SMS tersebut, kemudian masuk pesan kedua sebagai berikut : “Terimakasih atas respon serta balasan ucapan Selamat Hari Raya Idul Adha dari Pendeta Yosafat AW. Insya Alloh semua balasan dari Anda akan kami teruskan kepada Beliau. Salam Damai selalu… Semoga kita mampu mengambil spirit pengrobanan serta keikhlasan pengabdian dari Ibrahim AS beserta Ismail AS dalam kehidupan kita sehari – hari. Damailah Indonesiaku, Bangkitlah Bangsaku…! Lahir Batin Indonesia. Salam.. Moh. Taufick Hidayatulloh, Ketua FKUB Cilacap
Setelah saya balas lalu saya berpikir, mungkin inilah salah atu bentuk toleransi yang harus kita kebangkan untuk menuju ke-Indonesiaan yang lebih baik. Tapi mengapa Sang Pendeta berkenan mengirimkan SMS ucapan Selamat Idul Adha kepada Ummat Islam? Apakah karena dia anggota FKUB sehingga mengirimkan kepada ketuanya dan berharap untuk bisa diteruskan (SMS berantai) kepada yang lain? Atau murni karena kesadaran akan pentingnya toleransi?
Saya mencoba berprasangka baik, dengan membuat simpulan ala sendiri, di mana hal ini merupakan suatu kewajara, mengingat secara historis ada beberapa hal yang terkait antara Islam dan Kristen, pertama kedua – duanya adalah agama samawi (agama langit). Kedua, ada keterkaitan aspek kesejarahan yang lain yang diyakini oleh Sang Pendeta (mungkin), karena antara Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa AS merupakan satu keturunan dari Nabi Ibrahim AS, melalui jalur yang berbeda Nabi Ismail AS dan Nabi Ishaq AS.
Sementara awal mula dilakukannya ibadah qurban adalah saat Nabi Ibrahim AS beberapa kali bermimpi diperintah oleh Allah SWT untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS. Hingga akhirnya, karena ketaatannya kepada Allah SWT, lalu Nabi Ibrahim menceritakan apa yang dialaminya kepada putranya, dan Sang Putra Nabi Ismail dengan penuh ketaatan baik kepada orang tua maupun kepada Allah SWT merelakan dirinya disembelih sesuai perintah yang ada di dalam Sang Ayah, hingga akhirnya pengurbanan itu diganti dengan seekor kambing gibas.
Nilai dan hubungan kesejarahan inilah yang (mungkin) mendasari Sang Pendeta mengirimkan ucapan Selamat Hari Raya Idul Adha melalui SMS berantai kepada Ummat Islam yang tengah merayakannya dengan motivasi sebagai bentuk toleransi dan untuk meminimalisir terjadinya “persaingan tidak sehat” yang kerap terjadi di lapangan antar pemeluk kedua agama tersebut, terutama dalam hal meyakinkan kebenaran aqidah masing – masing dan berebut simpati untuk mendapatkan pengikut sebanyak – banyaknya.
Terlepas dari itu semua, jika yang dilakukana oleh Sang Pendeta Yosafat AW juga dilakukan oleh pendeta – pendeta lain dan para pengikutnya, serta mendapat respon positif dari Ummat Islam, tidak saling su’udzon antar sesama, cita – cita mewujudkan masyarakat madani Inysa Allah juga akan tercapai, baldatun thayyibatun warabbun ghafuur… Aamiin. Wallahu A’laam.. (Agam; 15 Oktober 2013)
Selamat Hari Raya Idul Adha bagi yang merayakannya..
Damailah Indonesiaku, Bangkitlah Bangsaku…! Lahir Batin Indonesia, Salam Kompasiana!

ABDUL GHOFFAR AL AMIN, Blogger, Alumni Fakultas Tarbiyah IAIIG Cilacap.
http://sosbud.kompasiana.com/2013/10/15/ucapan-selamat-idul-adha-sang-pendeta-601756.html

ISIS, Bukan Organisasi Islam, Tetapi Organisasi Teroris



Baru-baru ini kita dibuat terperangah dengan gencarnya pemberitaan munculnya kelompok militan Islam garis keras yang berhasil merebut kota-kota besar di Iraq dalam waktu kurang dari satu bulan. Bukan semata-mata karena kecepatan dalam merebut kemenangan yang membuat mereka begitu menyedot perhatian dunia, tetapi aksi lanjutan berupa pembantaian warga sipil, pengusiran dan penyiksaan warga non muslim, serta serangkaian perang psikologis (psi-war) berupa eksekusi massal, dengan cara biadab, yakni menyembelih, menggantung dan menembak secara membabi buta, yang mereka publikasikan melalui situs Youtube, sehingga dapat diakses oleh seluruh penduduk dunia. Mereka juga dengan brutal merobohkan masjid-masjid sunny, bahkan mengumumkan akan menghancurkan tempat suci dunia, Baytullah Ka’bah.
Kelompok yang menamakan dirinya Daulah al-Islamiyyah fil Iraq wasy-Syam, atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan Islamic State of Iraq and Syam (ISIS), dengan cepat menarik simpati dari negara-negara lain, dan dalam waktu kurang dari satu minggu usai menguasai kota Mossul Iraq, mereka telah mendapatkan dukungan dari berbagai kelompok ekstrimis Islam garis keras, termasuk dari Indonesia.
Siapakah ISIS itu?
Dalam Istilah arab, ISIS disebut Daulah al-Islamiyyah fil Iraq wasy-Syam, dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan Islamic State of Iraq and Syam (ISIS). Kedua-duanya mempunyai arti Negara Islam Iraq dan Syam. Kelompok ini didirikan oleh Abu Musab Al-Zarqowi pasca runtuhnya Rezim Saddam Husein di Iraq. Abu Musab Al-Zarqawi berkelahiran Yordania dari Islam Suni Salafiyah (Salafi, Wahabi). Ia juga merupakan anak buah Osamah Bin Laden ketika sama-sama menjadi milisi di Pakistan.
Pertama kali kelompok ini diberi nama Jama'at At-Tauhid wal Jihad (JTJ). Kemudian tahun 2004 berubah menjadi Al-Qaeda Iraq (AQI). Setelah Abu Musab Al-Zarqowi meninggal dunia kepemimpinan digantikan oleh Abu Omar Al-Baghdadi, dan sekarang dipimpin oleh Abu Bakar Al-Baghdadi. Kemudian ia bergerak ke Suriah dan namanya berubah menjadi ISIS atau Daulahal-Islamiyah fil Iraq wasy-Syam.
Misinya utamanya adalah menguasai setiap negara dan member-lakukan hukum Islam di seluruh dunia. Mereka juga tidak segan-segan membunuh sesama muslim yang tidak sefaham dengannya, baik Syi'ah atau Sunni. Menghancurkan masjid, makam para Nabi dan para wali. Aksi mereka yang paling gempar adalah menghancurkan makam Nabi Yunus, beserta masjid yang telah ribuan tahun berdiri kokoh di atasnya. Mereka juga tidak segan-segan menangkap dan membunuh para Imam masjid serta ulama yang tidak mendukung gerakan mereka.
Abu Bakar Al-Baghdadi mengklaim dirinya sebagai pemimpin seluruh umat Islam di dunia (khalifah), dan menyerukan kepada seluruh umat Islam di dunia untuk berjanji setia (baiat) pada kepemimpinannya, serta menjadikan khilafah sebagai landasan pemerintahan semua Negara di dunia.

ISIS masuk Indonesia
ISIS masuk ke Indonesia pada awal Ramadhan 1435 H, dimulai dengan deklarasi dukungan, pembaiatan dan perekrutan anggota di Gedung Syahida Inn Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat Kota Tangerang Selatan pada 6 Juli 2014, berlanjut baiat di Masjid Baitul Makmur, Solo Baru yang dipimpin oleh Ustadz Afif Abdul Majid di hadapan perwakilan ISIS Indonsia, DR. Amir Mahmud, yang juga merupakan Dosen Paskasarjana UMS dan juga Dosen Paskasarjana UNU Surakarta pada 15 Juli 2014, dan berlanjut dengan baiat di Masjid Jami Sulaiman Al-Hunaishil di Gang Makam, Dusun Sempu, Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada 20 Juli 2014.
            Dukungan terhadap ISIS dari Indonesia kian meluas, menyebar ke Cianjur yang dipelopori Ormas Gerakan  Reformis Islam (GARIS), Madura yang dipelopori oleh Islamic State of Indonesia (ISID), bahkan pimpinan Jamiyyah Anshorut Tauhid (JAT) Indonesia, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dari dalam penjara Nusakambangan turut memberikan dukungan kesetiaan, dan mengintruksikan semua pengikutnya bergabung dengan ISIS.
ISIS terus melakukan rekrutmen dengan cara tertutup ataupun terbuka. Perekrutan tertutup dilakukan dengan sistim sel, yakni melalui jaringan kelompok mereka dan tidak diumumkan secara terbuka, sedangkan rekruitmen anggota dan pendukung secara terbuka dilakukan melalui seremoni pembaiatan di depan jaringan ISIS yang ada di Indonesia. Ditengarai, ISIS telah merekrut anggota di Kabupaten Cilacap.
Menurut keterangan yang berhasil dihimpun Tim PCNU Cilacap, para pendukung ISIS akan berangkat ke Iraq dan Suriyah melalui berbagai cara, baik legal maupun illegal, dan bukan tidak mungkin, keberangkatan tersebut dengan dalih umrah, menjadi TKI, atau turis biasa, dan kemudian di Negara tujuan dipandu oleh jaringan ISIS menuju Negara yang dituju.
Kemunculan ISIS dan Fitnah Bendera Hitam
Bendera yang dikibarkan berwarna hitam bertuliskan kalimat syahadat. Sedangkan di Indonesia selain ada kalimat syahadat, juga bertuliskan "Panji Hitam Dari Timur". Hal ini karena mereka meyakini bahwa organisasi ini pernah disabdakan Nabi Muhammad s.a.w;
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ السُّوْدِ قَدْ جَاءَتْ مِنْ قِبَلِ خُرَاسَانَ فَأْتُوْهَا فَاِنَّ فِيْهَا خَلِيْفَةَ اللهِ الْمَهْدِيَّ
Jika kalian melihat bendera hitam telah datang dari arah Khurasan, maka datangilah. Sebab di sana ada khalifah Allah, yakni (Imam) al-Mahdi.” (HR. Ahmad dan al-Hakim dari Tsauban Ra.).
Tapi banyak ulama, termasuk para mufti Mesir menganulir pedoman hadits di atas, sebab munculnya bendera hitam tidak hanya sekali, sebagaimana dikutip dari Ibnu Katsir:
ثُمَّ تَطْلُع الرَّايَات السُّود: قَالَ اِبْنُ كَثِيرٍ هَذِهِ الرَّايَاتُ السُّوْدُ لَيْسَتْ هِيَ الَّتِي أَقْبَلَ بِهَا أَبُو مُسْلِمٍ الْخُرَاسَانِيّ فَاسْتَلَبَ بِهَا دَوْلَةَ بَنِي أُمَيَّة بَلْ رَايَاتٌ سُوْدٌ أُخَرُ تَأْتِي صُحْبَةَ الْمَهْدِيّ
 “Kemudian muncul bendera hitam. Ibnu Katsir berkata: “Bendera hitam ini bukanlah bendera yang dibawa oleh Abu Muslim al-Khurasani yang kemudian mengganti dinasti Bani Umayyah. Namun bendera hitam yang lain, yang akan datang mengiringi kedatangan al-Mahdi.” (Hasyiyah as-Sindi juz 7 halaman 446).
Dari perkataan Ibnu Katsir tersebut, yang dimaksud bendera hitam adalah bendera yg muncul bersamaan dengan munculnya Imam al-Mahdi. Bahkan munculnya ISIS lebih identik dengan peringatan Sayyidina Ali, yang justru agar kita menjauhinya:
عَنْ عَلِيٍّ قَالَ : إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ السُّوْدَ فَالْزَمُوْا الْاَرْضَ وَلَا تُحَرِّكُوْا أَيْدِيَكُمْ وَلَا أَرْجُلَكُمْ ! ثُمَّ يَظْهَرُ قَوْمٌ ضُعَفَاءُ لَا يُؤْبَهُ لَهُمْ ، قُلُوْبُهُمْ كَزُبُرِ الْحَدِيْدِ ، هُمْ أَصْحَابُ الدَّوْلَةِ ، لَا يَفُوْنَ بِعَهْدٍ وَلَا مِيْثَاقٍ ، يَدْعُوْنَ إِلَى الْحَقِّ وَلَيْسُوْا مِنْ أَهْلِهِ ، أَسْمَاؤُهُمُ الْكُنَى وَنِسْبَتُهُمُ الْقُرَى ، وَشُعُوْرُهُمْ مِرْخَاةٌ كَشُعُوْرِ النِّسَاءِ حَتَّى يَخْتَلِفُوْا فِيْهَا بَيْنَهُمْ ثُمَّ يُؤْتِي اللهُ الْحَقَّ مَنْ يَشَاءُ
Jika kalian melihat bendera hitam, maka bertahanlah di bumi. Jangan gerakkan tangan dan kaki kalian. Kemudian akan muncul kaum lemah. Hati mereka seperti potongan besi. Mereka (mengaku) pemegang kekuasaan. Mereka tidak menepati janji. Mereka mengajak kepada haq namun mereka bukan orang yang benar. Nama mereka menggunakan kunyah (seperti Abu) dan nisbat mereka menggunakan nama daerah (seperti al-Baghdadi). Rambut mereka terurai seperti wanita, hingga mereka berselisih di antara mereka. Kemudian Allah mendatangkan kebenaran kepada yang dikehendakiNya.” (HR. Abu Nuaim dalam Kanz al-Ummal juz 11 hal. 283).
Rencana Menghancurkan Ka’bah
Setelah berhasil menguasai Iraq, dan mengokohkan dirinya sebagai kelompok militan Islam paling kuat di dunia, ISIS menebarkan ancaman untuk menguasai Saudi Arabia dan berencana menghancurkan Ka’bah. Hal itu dapat dilihat dalam pernyataan Abu Turab Al Mugaddasi, anggota senior ISIS, sebagaimana dimuat Khama Press,  yang menegaskan melalui akun Twitter-nya; "Jika Allah menghendaki, kami akan membunuh mereka yang menyembah batu di Mekah dan menghancurkan Kabah. Orang-orang pergi ke Mekah untuk menyentuh batu, bukan untuk Allah".
ISIS Bukan Gerakan Islam, Tapi Gerakan teroris
Melihat skema, model dan po;a gerakan ISIS, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gerakan ISIS bukan dalam rangka memperjuangkan Islam yang rahmatan lil’alamin, tetapi sesungguhnya adalah gerakan terorisme  yang menggunakan kedok agama, sehingga harus kita jadikan sebagai musuh bersama, dalam rangka mewujudkan Islam sebagai Agama Damai.
Cilacap, 09 Agustus 2014
Moh. Taufick Hidayattulloh

Rabu, 20 Agustus 2014

Strategi Dakwah Walisongo Dalam Islamisasi Jawa Oleh : Moh. Taufick Hidyattulloh


Peran Wali Sanga dalam penyebaran Islam di Indonesia, terutama di Jawa nampaknya tidak dapat di sangkal lagi. Besarnya jasa mereka dalam mengislamkan tanah Jawa telah menjadi catatan yang masyhur dalam kesadaran masyarakat Islam Jawa. Ada yang menganggap "Wali Songo"­lah perintis awal gerakan dakwah Islam di Indonesia. Karna jika dilihat pada fase sebelumnya, islamisasi di Nusantara lebih dilaksanakan oleh orang-perorangan tanpa manajemen organisasi. Tetapi dalam kasus Wali Sanga ini, aspek manajemen keorganisasian telah mereka fungsikan. Yakni, mereka dengan sengaja menempatkan diri dalam satu kesatuan organisasi dakwah yang diatur secara rasional, sistematis, harmonis, tertentu dan kontinyu serta menggunakan strategi, metode dan fasilitas dakwah yang betul-betul efektif.
Widji Saksono dalam bukunya "Mengislamkan Tanah Jawa.." mengisyaratkan bahwa apabila berita tentang Wali Sanga dikumpulkan dan dipelajari, antara lain dari serat Wall Sanga dan dari Primbon milik Prof. K.H.R. Moh. Adnan, maka didapati suatu kesimpulan, bahwa secara keseluruhan -kecuali Syeik Siti Jenar- Wali Sanga merupakan satu kesatuan organisasi. Yaitu organisasi yang dapat diidentikkan sebagai panitia ad hoc atau kanayakan (kabinet) urusan mengislamkan masyarakat Jawa. Dalam hal ini, setiap orang dari mereka memegang peranan dan bertanggungjawab sebagai ketua bagian, seksi atau nayaka (menteri) dan sebagainya dalam organisasi dakwah Wali Sanga itu. Dan mereka sering berkumpul bersama, mengadakan sesuatu, merundingkan berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan perjuangan mereka. Bukti lain yang menunjukkan Wali Sanga sebagai kesatuan organisasi, adalah peristiwa pembangunan masjid Demak, dimana dalam peristiwa itu tercermin sebuah kerjasama dan gotong royong tmtuk kepentingan dan tujuan yang lama; yaitu untuk kepentingan syiar agama Islam.
Untuk menunjukkan bahwa lembaga dakwah Wali Sanga bersifat teratur dan kontinyu, Saudi Berlian dalam menyunting bukunya Widji Saksono, menunjukkan paling tidak lembaga Wali Sanga telah mengalami empat kali periode sidang penggantian `pengurus'. Periode I: Malik Ibrahim, Ishaq, Ahmad Jumad al-Kubra, Muhammad al-Maghribi, Malik Israil, Muhammad al-Akbar, Hasanuddin, Aliyuddin dan Subakir. Periode II: Komposisi kepengurusan dilengkapi oleh Raden Rahmad Al Rahmatullah (Sunan Ampel) menggantikan Malik Ibrahim yang telah wafat, Ja'far Shadiq (Sunan Kudus) menggantikan Malik Israil yang telah wafat, Syaril Hidayatullah menggantikan Al-Akbar yang telah wafat. Periode III:, masuk Raden Paku (Sunan Girl) menggantikan Ishaq yang pindah ke Pasai, Raden Said (Sunan Kalijaga) menggantikan Syeikh Subakir yang kembali ke Persia, Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) menggantikan Maulana Hasanuddin yang telah Wafat, Raden Qasim (Sunan Drajat) menggantikan Aliyuddin yang telah wafat. Periode IV: masuk Raden Hasan (Raden Fatah) dan Fathullah Khan, keduanya menggantikan Ahmad Jumad al-Kubra dan Muhammad al-Maghribi. Periode V: masuk Sunan Muria. Tidak dijelaskan tokoh Ini menggantikan siapa, tetapi besar kemungkinan menggantikan Raden Fatah yang naik tahta sebagai Sultan I Demak
Selanjutnya, dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa, Wali Sanga telah menggunakan beberapa strategi dan metode dakwah. Di antaranya adalah dengan memobilisasi semua alat ta'tsir psikologis yang berupa sensasi, conciliare, sugesti, hipnotis sampai de cere. Karena sensasi inilah, masyarakat awam dipaksa secara halus untuk menaruh perhatian kepada para Wali dan mengesampingkan yang lainnya. Karena conciliare, publik akhirnya mengganggap penting apa saja yang datang dari para Wall. Karena sugesti, rakyat didorong berbuat sesuatu sehingga bergerak tanpa banyak tanya. Karena hipnotis, rakyat terpukau akan segala sesuatu yang bermerk para Wall tanpa banyak selidik dan kritik. Selanjutnya karma de cere,-para Wali dapat mengendalikan dan mengarahkan awam sebagai obyek dakwahnya ke mana raja yang mereka kehendaki. Selain strategi yang bersifat psikilogis, Wali Sanga juga menerapkan strategi (pendekatan) politis. Ini tercermin dalam langkah-langkah yang diambil terutama oleh Raden Patah ketika mendirikan Kerajaan Demak (Sofwan, 2000: 258).
Widji Saksono mencatat, bahwa Wall Sanga meneladani pendekatan Rasulullah SAW. dalam berdakwah, yaitu Bil Khikmati wal maudzotil khasanati wa jaadilhum billatii hiya akhsan. Sebagai praktek dari …………………., Wali Sanga memperlakukan sasaran dakwah, terutama tokoh khusus, dengan profesional dan istimewa, langsung pribadi bertemu pribadi. Kepada mereka diberikan keterangan, pemahaman dan perenungan (tazkir) tentang Islam, peringatan-peringatan dengan lemah lembut, bertukar pikiran dari hati ke hati, penuh toleransi dan pengertian. Metode Ini dapat dilihat pada kasus Sunan Ampel ketika mengajak Ariya Damar dari Palembang masuk Islam. Juga pada Sunan Kalijaga ketika mengajak Adipati Pandanarang di Semarang untuk masuk Islam.
Dalam pendekatan Bil Hikmah, Wall Sanga menggunakannya dengan jalan kebijaksanaan yang diselenggarakan secara populer, atraktif dan sensasional. Pendekatan Ini mereka pergunakan terutama dalam menghadapi masyarakat awam. Dalam rangkaian Ini kita dapati kisah Sunan Kalijaga dengan gamelan Sekaten-nya. Atas usul Sunan Kalijaga, maka dibuatlah keramaian Sekaten atau Syahadatain yang diadakan di Masjid Agung dengan memukul gamelan yang sangat unik, baik dalam hal langgam dan lagu maupun komposisi instrumental yang telah lazim selama ini. Begitu juga dakwah Sunan Kudus dengan lembut yang dihias secara unik dan nVentrik. Apabila kedua pendekatan ini tidak berhasil, barulah mereka menempuh jalan lain yaitu Al-Mujadalah billati hiya ahsan. Pendekatan ini terutama diterapkan terhadap tokoh yang secara terus terang menunjukkan sikap kurang setuju terhadap Islam.
Wali Sanga juga memakai strategi tarbiyyah al-'ummah, terutama sebagai upaya pembentukan dan penanaman kader, serta strategi penyebaran juru dakwah ke berbagai daerah. Sunan Kalijaga misalnya, mengkader Kiai Gede Adipati Pandanarang (Sunan Tembayat) dan mendidik Ki Cakrajaya dari Purworejo, kemudian mengirimnya ke Lowanu untuk mengislamkan masyarakat di sana. Sunan Ampel mengkader Raden Patah kemudian menyuruhnya berhijrah ke hutan Bintara, membuat perkampungan dan kota baru dan mengimami masyarakat yang baru terbentuk itu. untuk penyebaran juru dakwah dan pembagian wilayah kerja Wali Sanga, digambarkan oleh Mansur Suryanegara, mempunyai dasar pertimbangan geostrategis yang mapan sekali. Pembagian itu memakai rasio 5 : 3: 1.
Jawa Timur mendapat perhatian besar dari para Wali. Di sini ditempatkan 5 Wall dengan pembagian teritorial dakwah yang berbeda. Maulana Malik Ibrahim, sebagai Wali perintis, mengambil wilayah dakwahnya di Gresik. Setelah wafat, wilayah ini diambil alih oleh Sunan Girl. Sunan Ampel mengambil posisi dakwahnya di Surabaya. Sunan Bonang sedikit ke utara di Tuban. Sedangkan Sunan Drajat di Sedayu. Berkumpulnya kelima Wali di Jawa Timur adalah karna kekuasaan politik saat itu berpusat di wilayah ini. Kerajaan Kediri di Kediri dan Majapahit di Mojokerto.
Di Jawa Tengah, para Wali mengambil posisi di Demak, Kudus dan Muria. Sasaran dakwah para Wali di Jawa Tengah tentu berbeda dengan yang di Jawa Timur. Di Jawa Tengah, dapat dikatakan bahwa pusat kekuasaan Hindu dan Budha sudah tidak berperan, tetapi realitas masyarakatnya masih banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Budha. Sehingga dalam berdakwah, Wali Sanga di Jawa Tengah ini banyak menggunakan instrumen budaya lokal, seperti wayang, gong gamelan dan lain-lain, untuk dimodifikasi sesuai dengan ajaran Islam. Saat berlangsung aktivitas ketiga Wali tersebut, pusat kekuasaan politik dan ekonomi beralih ke Jawa Tengah, ditandai dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit dan munculnya Kerajaan Demak, yang disusul kemudian dengan lahirnya Kerajaan Pajang dan Mataram II. Perubahan kondisi politik seperti ini, memungkinkan ketiga tempat tersebut mempunyai arti geostrategis yang menentukan.
Sedangkan di Jawa Barat, proses islamisasinya hanya ditangani oleh seorang Wali, yaitu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Dengan pertimbangan saat itu  penyebaran ajaran Islam di Indonesia Barat, terutama di Sumatera dapat dikatakan telah merata bila dibandingkan dengan kondisi Indonesia Timur. Adapun pemilihan kota Cirebon sebagai pusat aktivitas dakwah Sunan Gunung Jati, hal itu tidak bisa dilepaskan hubungannya dengan jalan perdagangan rempah-rempah sebagai komoditi yang berasal dari Indonesia Timur. Dan Cirebon merupakan merupakan pintu perdagangan yang mengarah ke Jawa Tengah, Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Oleh karna itu, pemilihan Cirebon dengan pertimbangan sosial politik dan ekonomi saat itu, mempunyai nilai geostrategis, geopolitik dan geoekonomi yang menentukan keberhasilan Islam selanjutnya.
Demikianlah beberapa strategi dan pendekatan yang dipakai oleh Wali Sanga dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa. Dan apabila dikaji lebih mendalam, maka akan didapati beberapa bentuk metode dakwah Wali Sanga, di antaranya: Pertama, melalui perkawinan. Diceritakan dalam Babad Tanah Jawi di antaranya bahwa Raden Rahmad (Sunan Ampel ) dalam rangka memperkuat dan memperluas dakwahnya, salah satunya, dengan menjalin hubungan geneologis. Beliau menekankan putrinya, Dewi Murthosiah dengan Raden Ainul Yakin dari Giri. Dewi Murthosimah dengan Raden Patah. Alawiyah dengan Syarif Hidayatullah. Dan putrinya yang lain, Siti Sarifah dengan Usman Haji dari Ngudung.
Kedua, dengan mengembangkan pendidikan pesantren. Langkah persuasif dan edukatif ini mula-mula dipraktekkan oleh Syeikh Maulana Malik Ibrahim di Gresik, kemudian dikembangkan dan mencapai kemajuannya oleh Sunan Ampel di desa Ampel Denta, Surabaya.
Ketiga, mengembangkan kebudayaan Jawa dengan memberi muatan nilai-nilai keislaman, bukan saja pada pendidikan dan pengajaran tetapi juga meluas pada bidang hiburan, tata sibuk, kesenian dan aspek-aspek lainnya. Seperti Wayang, Sekatenan, Falasafah wluku lan pacul Sunan Kalijaga.
Keempat, metode dakwah melalui sarana prasarana yang berkaitan dengan masalah perekonomian rakyat. Seperti tampilnya Sunan Majagung sebagai nayaka (mentri) unison ini. Beliau memikirkan masalah halal-­haram, masak-memasak, makan-makanan dan lain-lain. Untuk efesiensi kerja, beliau berijtihad dengan menyempurnakan alat-alat pertanian, perabot dapur, barang pecah-belah. Begun juga Sunan Drajat tampil dengan menyempurnakan alat transfortasi dan bangun perumahan.
Kelima, dengan sarana politik. Dalam bidang politik kenegaraan Sunan Girl tampil sebagai ahli negara Wali Sanga, yang menyusun peraturan-­peraturan ketataprajaan dan pedoman tata cara keraton. Begitu juga Sunan Kudus yang ahli dalam perundang-undangan, pengadilan dan mahkamah. Sebagai penutup untuk pembahasan tentang islamisasi Jawa oleh Wali Sanga, setidaknya ada dua faktor elementer yang menopang keunggulan don keistimewaan dakwah para Wall. Pertama, inklusivitas para Wali dalam melihat ajaran Islam. Kedua, potensi dan keunggulan vang dimiliki oleh para Wali. -Mereka telah membuktikan diri sebagai mujtahid yang memahami Islam tidak saja sebagai teori abstrak, tetapi juga sebagai realitas historic kemanusiaan.

Cilacap, 19 September 2011
MTH